Rabu, 08 April 2015

Problematika Pembangunan Pendidikan Karakter #Bagian 2

Pendidikan karakter yang merupakan bagian dari upaya pembangunan karakter bangsa, selama ini sudah dilaksanakan oleh pemerintah. Berbagai pelatihan, simposium, diklat, diskusi tentang pendidikan karakter, telah diselenggarakan baik untuk guru maupun komponen sekolah secara umum. Namun melihat perkembangannya, dampak positif dari pendidikan karakter sepertinya belum maksimal.
Masih banyaknya kasus tawuran antar pelajar, narkoba, pergaulan bebas, pelecehan terhadap guru, dan tindak asusila lainnya, adalah bukti bahwa tujuan pendidikan karakter belum tercapai secara optimal. Belum lagi dengan berbagai kasus guru yang melakukan tindak asusila, kepala sekolah yang bermoral buruk, dan kasus kebrobrokan moral lainnya, semakin menguatkan asumsi bahwa pendidikan karakter masih terhenti pada tataran konsep.
Memang bisa dikatakan bahwa masih terlalu dini untuk memberikan penilaian tersebut, sebab rencana pembangunan karakter baru berjalan lima tahun sejak dicanangkan (2010-2014). Akan tetapi, waktu lima tahun tentu bukanlah waktu yang sebentar guna membangun pendidikan karakter. Semestinya dampak positif dari usaha tersebut sudah mulai terlihat. Namun faktanya, karakter bangsa, terurama para pelajar, masih menunjukkan sisi yang buruk.
Belum optimalnya pendidikan karakter, menurut hemat penulis setidaknya disebabkan oleh dua problem. Pertama, perkembangan laju arus globalisasi lebih cepat dari pada laju perkembangan karakter. Globalisasi di segala sektor mengalir demikian deras. Dampaknya juga cepat merambah ke masyarakat. Adanya budaya pergaulan bebas, narkoba, serta kerusakan moral adalah dampak dari globalisasi yang begitu cepat merasuki kalangan pelajar.
Sayangnya, penanaman karakter tidak berjalan secepat globalisasi. Hal ini mengingat penanaman karakter membutuh proses dan waktu yang panjang. Dalam konsep moral Kohlberg, manusia memiliki kesadaran memilih prinsip moral untuk hidup dimulai dari usia enam belas tahun. Artinya, manusia mulai memiliki karakter diri di usia tersebut.
Padahal gempuran globalisasi telah dimulai dari usia SD. Sekarang banyak anak-anak usia SD yang telah mampu mengakses teknologi informasi. Mirisnya, yang diakses adalah hal-hal negatif seperti video porno. Karena gempuran globalisasi yang begitu cepat ini, penanaman karakter akhirnya terkalahkan.
Kedua, penanaman karakter melalui pendidikan belum mendapat dukungan dari sektor lain. Padahal dalam rencana pembangunan karakter, ruang lingkupnya meliputi keluarga, satuan pendidikan, pemerintahan, masyarakat sipil, masyarakat politik, dunia usaha dan industri, serta lingkup media massa. Sektor-sektor tersebut belum bisa bersinergi secara masif guna menguatkan karakter bangsa.
Di sektor politik misalnya, saat ini yang muncul adalah politik minus karakter. Politik ditujukan untuk meraup keuntungan pribadi, partai, serta golongan, bukan untuk memperkuat dan mensejahterakan kehidupan bangsa. Dunia industri juga berjalan tanpa komando. Satu sama lain saling menjegal demi memperoleh keuntungan. Persaingan yang tidak positif dalam sektor ekonomi akhirnya terjadi. Padahal pelakunya adalah sesama anak bangsa sendiri.
Inilah beberapa fakta yang terjadi saat ini, dimana sektor non-pendidikan belum secara serius menerapkan pembangunan karakter bangsa. Maka wajar jika pembangunan karakter melalui pendidikan belum mencapai hasil yang maksimal. Kedepan, tentu diperlukan sinergitas yang kuat antar sektor sehingga pembangunan karakter bangsa dapat terwujud dan tidak hanya berhenti pada tataran konsep. Rencana pembangunan karakter yang dicanangkan pemerintah akhirnya benar-benar bisa terimplementasi.

Problematika Pembangunan Pendidikan Karakter #Bagian 1

Sampai saat ini, pendidikan kita sebenarnya masih menyisakan satu problem akut. Problem tersebut adalah belum maksimalnya pembangunan pendidikan karakter.
Sejak awal kemunculannya, pendidikan karakter merupakan bagian integral dari rencana pembangunan karakter bangsa. Sebagaimana tercantum dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, bahwa salah satu sasaran pembangunan karakter bangsa adalah sektor pendidikan, yang kemudian dinamakan dengan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara.
Pendidikan karakter sebagaimana tercermin dalam Kebijakan Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025, bertujuan untuk memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, serta berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Tujuan selanjutnya adalah memberi kontibusi dalam mewujudkan masyarakat yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pendidikan karakter dibangun dalam konteks makro dan mikro. Dalam konteks makro, pendidikan karakter dibangun dengan komitmen bersama seluruh sektor kehidupan, tidak hanya sektor pendidikan nasional saja. Artinya, sektor politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sektor lain yang berhubungan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan mampu memberikan komitmen dalam pembangunan karakter bangsa.
Adapun dalam konteks mikro, pendidikan karakter ditekankan pada sektor pendidikan secara holistik. Ada empat pilar yang dikembangkan dalam konteks ini. Diantaranya adalah kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan; kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat.
Pendidikan karakter ini diharapkan tidak hanya diterapkan dalam sektor pendidikan formal saja, tetapi juga dalam pendidikan non-formal. Lembaga-lembaga seperti kursus keterampilan, kursus kepemudaan, bimbingan belajar, pelatihan-pelatihan singkat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisasi massa, diharapkan mampu menerapkan pendidikan karakter.
lanjut bagian 2 disini

Rabu, 01 April 2015

PENGETAHUAN ADALAH JENDELA DUNIA

Ilmu pengetahuan adalah jendela dunia. Salah satu cara memperoleh ilmu pengetahuan adalah melalui belajar di Sekolah. Sekolah merupakan salah satu sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa juga merupakan tempat transfer ilmu dimana ada proses belajar mengajar. Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan meningkatkan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, Indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang mencakup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.

Ada berbagai faktor yang menyebabkan mutu pendidikan kita mengelami peningkatan secara merata. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-output analisis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratissentralistik, sehingga meningkat sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan yang tergantung pada keputusan birokrasi-birokrasi. Ketiga, minimnya peranan masyarakat khususnya orang tua sisiwa dalam penyelenggaraan pendidikan, pratisipasi orang tua selama ini dengan sebatas pendukung dana, tapi tidak dilibatkan dalam proses pendidikan seperti mengambil keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas, sehingga sekolah tidak memiliki beban dan tanggung jawab hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat/orang tua sebagai stake holder yang berkepentingan dengan pendidikan.Semestinya orang tua haruslah bertanggung jawab terhadap proses pendidikan anak Menjadi kewajiban setiap orang tua untuk menerima anak dengan baik, memelihara dan memberikan pendidikan yang baik dan memberikan nafkah dari rejeki yang halal sebagaimana tercantum dalam 
Al Qur’an surat  Al Imran :37
Artinya:
Maka diterimalah (permo­honannya itu) oleh Tuhan­nya dengan penerimaan yang baik, dan Dia pertum­buhkan dia dengan pertum­buhan yang baik, dan mengasuh, akan dia Zakaria. Tiap-tiap masuk Zakaria ke tempatnya di mihrab, didapatinya ada makanan disisinya, berkata dia: Wahai Maryam! Dari mana Engkau dapat ini? Dia menjawab: dia adalah dari Allah. Karena sesungguhnya Allah memberikan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dengan tidak terkira.